Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Melalui hadis, umat Islam mengetahui penjelasan rinci tentang ibadah, akhlak, dan syariat yang dibawa Rasulullah SAW. Namun, tidak semua hadis yang tersebar bisa langsung dijadikan pedoman. Ada hadis yang shahih (valid), hasan, dhaif (lemah), hingga maudhu’ (palsu). Oleh karena itu, penting bagi umat Islam memahami cara membedakan hadis shahih dan tidak, agar tidak salah dalam beramal.
1. Definisi Hadis Shahih
Hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan kuat hafalannya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat, dan tidak terdapat cacat (illat) di dalamnya.
2. Kriteria Hadis Shahih
-
Sanad bersambung (ittisal al-sanad)
Rangkaian perawi hadis harus jelas dan berhubungan langsung tanpa terputus dari Rasulullah SAW hingga perawi terakhir. -
Perawi adil dan terpercaya
Perawi hadis harus dikenal jujur, berakhlak baik, dan tidak pernah berdusta. -
Kekuatan hafalan (dhabit)
Perawi memiliki hafalan kuat atau catatan yang teliti, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam meriwayatkan. -
Tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat (syadz)
Hadis shahih tidak boleh menyelisihi hadis lain yang lebih terpercaya dari perawi yang lebih kuat. -
Tidak ada cacat (illah)
Hadis shahih terbebas dari kelemahan tersembunyi yang bisa merusak validitasnya.
3. Cara Praktis bagi Umat Awam
-
Rujuk ke kitab hadis shahih seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, atau kitab-kitab ulama hadis lainnya.
-
Melihat takhrij hadis yang sudah diteliti para ulama, biasanya ditandai dengan keterangan “HR. Bukhari,” “HR. Muslim,” atau ulama lain yang menjelaskan statusnya.
-
Bertanya pada ahli ilmu jika menemukan hadis yang belum jelas keshahihannya.
-
Waspada hadis populer yang sering beredar di media sosial atau ucapan masyarakat, karena sebagian bisa jadi dhaif atau bahkan palsu.
4. Pentingnya Memahami Status Hadis
Memahami perbedaan hadis shahih dan tidak bukan hanya masalah ilmu, tetapi juga menyangkut kesahihan ibadah. Mengamalkan hadis shahih membuat ibadah lebih terjaga dari kesalahan, sedangkan mengikuti hadis lemah tanpa dasar bisa menyesatkan.
Kesimpulan
Hadis shahih adalah pegangan utama setelah Al-Qur’an. Cara membedakannya dapat dilakukan dengan memperhatikan sanad, kualitas perawi, dan keterangan para ulama. Bagi masyarakat awam, cukup dengan merujuk kitab hadis terpercaya serta bimbingan ulama. Dengan demikian, ibadah yang dilakukan lebih tenang dan sesuai sunnah Rasulullah SAW.






