Koruptor

Mengapa Banyak Pejabat dari Kementerian Agama Malah Melakukan Korupsi dalam Pandangan Islam

Pendahuluan

Kementerian Agama adalah lembaga yang seharusnya menjadi teladan moral, spiritual, dan integritas dalam kehidupan bernegara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat di lingkungan lembaga tersebut telah mencoreng nama baik agama dan pemerintahan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa pejabat yang memahami agama justru terjerumus dalam tindakan korupsi yang jelas-jelas dilarang dalam Islam?

1. Lemahnya Iman dan Pengawasan Diri (Muraqabah)

Salah satu sebab utama manusia melakukan korupsi, meskipun mengetahui hukumnya haram, adalah lemahnya iman dan pengawasan diri terhadap Allah SWT.
Dalam Islam, keimanan yang kuat akan menumbuhkan rasa takut kepada Allah (khauf) dan kesadaran bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk ayat 12:

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak terlihat oleh mereka, bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Pejabat yang lalai dalam menjaga muraqabah cenderung tergoda oleh kekuasaan, harta, dan jabatan. Pengetahuan agama tanpa diiringi ketakwaan justru bisa menjadikannya ujian besar.

2. Penyalahgunaan Amanah dan Kekuasaan

Korupsi pada dasarnya adalah pengkhianatan terhadap amanah. Jabatan dalam Islam bukan sekadar kehormatan, melainkan tanggung jawab yang berat di hadapan Allah.
Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.”
(HR. Bukhari)

Ketika seseorang menggunakan wewenangnya untuk memperkaya diri, mengambil hak rakyat, atau menyalahgunakan dana umat, maka ia telah mengkhianati amanah yang diberikan oleh Allah dan masyarakat.
Kondisi ini menunjukkan bahwa jabatan bisa menjadi fitnah bagi orang yang tidak siap secara moral dan spiritual.

3. Budaya Materialisme dan Duniawi

Sebagian pejabat terjebak dalam gaya hidup mewah dan ambisi duniawi, yang bertentangan dengan nilai zuhud dan qana’ah dalam Islam.
Rasulullah SAW memperingatkan dalam hadis riwayat Tirmidzi:

“Tidaklah dua serigala lapar dilepaskan di tengah-tengah kawanan kambing lebih merusak daripada ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya.”

Ketika keinginan duniawi menguasai hati, jabatan dan agama bisa dijadikan alat, bukan pegangan. Padahal, Islam mengajarkan bahwa kekuasaan adalah sarana untuk menegakkan keadilan, bukan menumpuk keuntungan pribadi.

Baca  Keutamaan Ibadah Sunnah dalam Islam

4. Lemahnya Keteladanan dan Lingkungan

Dalam banyak kasus, perilaku korup bukan hanya akibat individu, tetapi juga karena lingkungan birokrasi yang permisif terhadap pelanggaran. Ketika budaya “uang pelicin” atau “bagi hasil” dianggap wajar, bahkan pejabat berpendidikan agama pun bisa terpengaruh.

Islam menegaskan pentingnya lingkungan yang saleh. Rasulullah SAW bersabda:

“Seseorang itu tergantung pada agama teman dekatnya. Maka hendaklah kalian melihat siapa yang menjadi teman dekatnya.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Tanpa lingkungan yang bersih dan pengawasan yang tegas, nilai moral dan ajaran agama mudah tergerus oleh kepentingan duniawi.

5. Kurangnya Kesadaran Akan Akibat Akhirat

Korupsi bukan hanya kejahatan sosial, tetapi juga dosa besar di sisi Allah SWT. Banyak yang tahu hal ini, namun tidak menginternalisasikannya.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 188)

Koruptor mungkin berhasil di dunia, tetapi di akhirat ia akan menanggung azab yang berat. Rasulullah SAW menegaskan bahwa daging yang tumbuh dari hasil haram tidak akan masuk surga kecuali dibersihkan dengan siksa.

6. Solusi Islam dalam Mencegah Korupsi

Islam memiliki prinsip kuat untuk mencegah korupsi melalui:

  1. Penanaman iman dan takwa sejak dini.

  2. Transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola harta umat.

  3. Hukuman tegas (ta’zir) bagi pelaku korupsi.

  4. Pemimpin yang amanah dan berakhlak.

  5. Pendidikan moral dan spiritual berkelanjutan di lingkungan pemerintahan.

Dengan penerapan nilai-nilai ini, jabatan akan kembali dipandang sebagai tanggung jawab mulia, bukan alat memperkaya diri.

Baca  Fiqih Keluarga: Hak dan Kewajiban dalam Rumah Tangga Islami

Penutup

Fenomena korupsi di lembaga keagamaan adalah cermin bahwa pengetahuan agama tidak selalu berbanding lurus dengan ketakwaan. Islam tidak menyalahkan institusi atau agama, melainkan perilaku individu yang mengabaikan nilai-nilai yang seharusnya mereka junjung.
Kita semua, terutama para pejabat publik, diingatkan agar meneladani sifat Rasulullah SAW yang jujur (al-amin) dan adil dalam memegang amanah. Karena sesungguhnya, jabatan adalah ujian, dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *